Suasana duka masih terasa begitu kental di kediaman Almarhum KH. Zainuddin MZ di kawasan Kebayoran Batu, Jakarta Selatan. Mungkin tanah yang digunakan untuk menimbun jasad Almarhum masih basah karena tetesan airmata keluarga dan sabahat sejak kepergian sang kyai.
Dua hari hidup tanpa sosok panutan, keluarga begitu merasa sangat kehilangan. Nggak ada canda tawa Almarhum, apalagi pesan-pesan agama sebagai pedoman dalam menjalani hidup. Maka, dengan suasana haru dan sedih, tahlilan dilakukan di kediaman Almarhum hingga 40 hari ke depan.
Anak sulung Almarhum, Fikri, tak kuasa menahan airmata ketika membacakan untaian-untaian doa untuk sang ayah. Nggak sempat membahagiakan ayah sebelum berpisah untuk selama-lamanya, Fikri pun meminta maaf dengan mambaca Al Quran hingga selesai dalam waktu 2 hari.
“Dua hari ini saya khatamkan Al Quran buat dia. Berat sekali buah saya karena saya nggak sempat bertemu dan meminta maaf. Saya berdoa, apa yang saya kerjakan menjadi simbol permohonan maaf saya kepada beliau, ahli keluarga yang ada di rumah ini,” ungkap Fikri seraya menunjukkan wajah sedih, Rabu (06/07) malam.
Sebagai putra pertama yang akan meneruskan perjuangan sang ayah dalam menyebarkan agama Islam, mungkin Fikri lah yang paling kehilangan atas kepergian ayahnya pada Selasa (05/07) kemarin. Tapi nggak dipungkiri jika kepergian Almarhum menghadap Tuhan nggak hanya dirasakan keluarga saja, melainkan seluruh masyarakat di Indonesia, seperti Din Syamsudin, ketua PP Muhammadyah.
### "...Berat sekali buah saya karena saya nggak sempat bertemu dan meminta maaf..."
“Bagi saya, kepergian Almarhum KH. Zainuddin MZ adalah kehilangan bagi kita semua, tidak hanya bagi keluarga dan umat muslim saja. Karena harus diakui, Almarhum adalah sosok ulama, dai karena tablig dan dakwah beliau yang telah memberikan pencerahan kehidupan umat Islam,” terangnya.
Begitu juga dengan beberapa sahabat Almarhum yang mengaku sangat kaget atas kepergian Zainuddin. Zainuddin meninggal karena penyakit jantung. Disinyalir terlalu lelah dengan jadwal dakwah yang sangat padat, pria 60 tahun itu menyerah pada penyakitnya. (cumicumi@Vin)