logo shopcumi
  • Hot News
  • 6 bulan yang lalu

Kisruh Dugaan Stevie Agnecya Terkena Santet Dipastikan Tidak Bisa Diperkarakan, JJ Amstrong Sembiring Bongkar Faktanya

Image Source :


































Sebelum meninggal pada 21 Maret 2024 lalu, Stevie Agnecya sempat mengatakan bahwa ada benda asing sejenis paku yang bersarang di tubuhnya. Stevie bahkan menuduh seorang artis sebagai pengirimnya dimana sosok Icha Annisa Dituding melakukan santet.  Icha Annisa terus dituding mengirim santet pada almarhum Stevie Agnecya. Hal ini membuat dirinya merasa terzalimi hingga akhirnya mencurahkan isi hati melalui akun Instagram pribadinya. Melalui unggahan tersebut, Icha juga mengingatkan agar setiap kita untuk tidak menzalimi orang lain. "Saya mengingatkan kalian semua Jangan pernah zalim atau menyakiti hati manusia berkali kali. Allah maha adil dan memberi keadilan yang terbaik untuk manusia-Nya," tulis Icha.

Dan terkait kisruh hal tersebut, praktisi hukum JJ Amstrong Sembiring menilai bahwa peristiwa kasus santet Stevie Agnecya tidak bisa ditindak lanjuti secara hukum dikarenakan terdapatnya kekosongan hukum, sebagaimana diketahui UU 1/2023 tentang "KUHP Baru" yang baru tersebut akan berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023,  yaitu tahun 2026.  Menurutnya KUHP Baru tersebut nantinya dapat dijadikan untuk rujukan terkait perkara-perkara santet yaitu suatu perbuatan magis terlarang secara norma kebiasaan yang menimbulkan kerugian bagi orang lain yang dalam konsep memiliki layaknya perbuatan pidana, dan konsep santet sebagai suatu tindak pidana memiliki tantangan tersendiri mengingat konteks tindak pidana di Indonesia sebagai negara hukum harus memiliki kerangka hukum yang normatif pula.

Menurut mantan CAPIM KPK periode tahun 2019 â€" 2023 itu menyebut pasal santet tersebut termasuk di dalam Pasal 252 KUHP Baru yaitu UU 1/2023 yang berbunyi:

(1) Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Sebagai informasi, ketentuan pidana denda dalam Pasal 252 ayat (1) UU 1/2023 adalah sebesar Rp200 juta. 

Ia juga menambahkan, bila mana memperhatikan rumusan Pasal 252 ayat (1) UU 1/2023 di atas, terdapat beberapa unsur perbuatan pidananya, yaitu:

1. setiap orang (yaitu pelaku santet);

2. yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain;

3. bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang.

Selanjutnya Amstrong juga menggaris bawahi yaitu dengan memperhatikan kata "dapat" dalam unsur ketiga Pasal 252 UU 1/2023 di atas, menunjukkan bahwa penekanan tindak pidana dalam pasal tersebut bukan pada berhasilnya perbuatan pidana santet yaitu timbulnya penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, tetapi pada unsur kedua, yaitu bagaimana si pelaku santet mampu membuat orang lain percaya dan/atau menggunakan jasanya. Maka dengan demikian menurut Amstrong, delik yang diatur dalam Pasal 252 UU 1/2023 ini merupakan delik formil, yaitu delik yang perumusannya menitik beratkan pada perbuatan (handeling), tanpa mensyaratkan terjadinya akibat dari perbuatan tersebut. Delik selesai dengan dilakukannya perbuatan dan tidak menunggu timbulnya akibat. Dalam delik formil, akibat (suatu perbuatan) bukan merupakan syarat selesainya delik. 

Adapun jika diperhatikan rumusan Pasal 252 KUHP Baru, ada 3 pihak yang berkaitan dengan tindak pidana santet, yaitu:

1. Pelaku santet yaitu orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain, yang dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang/korban.

2. Pengguna jasa santet yaitu orang yang menggunakan jasa dari pelaku santet agar korban mengalami penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik.

3. Korban yang menjadi target si pelaku santet dan pengguna jasa santet.


Dan dalam perumusan Pasal 252 KUHP baru itu, Amstrong menjelaskan jika dalam hal yang mengajukan laporan kepada kepolisian adalah korban, maka setidaknya korban harus mempunyai bukti di antaranya:

1. Keterangan saksi. Korban dapat menjadi saksi apabila ia memiliki bukti percakapan atas ungkapan dari si pelaku santet yang ia dengar sendiri atau dari saksi lain yang mendengar perkataan si pelaku santet itu sendiri.

2. Keterangan ahli. Dalam konteks ini, akan sangat sulit diperoleh bila ahli yang dimaksud adalah ahli santet karena belum ada kualifikasi atau standar tentang validasi ahli dalam santet. Hal ini mengingat Pasal 252 UU 1/2023 merupakan delik formil sehingga timbulnya akibat bukan syarat pembuktian tindak pidana santet. Adapun, ahli yang dapat diajukan adalah dalam hal penyakit, atau kematian yang dialami korban ditemukan benda di dalam tubuh korban yang tidak lazim misalnya paku, pecahan kaca, atau benda lainnya. Ahli yang dapat diajukan yaitu dokter yang memeriksa hasil rontgen atau dokter forensik.

3. Surat, dapat diajukan sesuai dokumen hasil rontgen atau berita acara laboratorium forensik.

4. Petunjuk. Adanya persesuaian dari keterangan saksi dengan alat bukti lainnya baik keterangan ahli atau surat.

5. Keterangan terdakwa atau dalam hal ini adalah pelaku santet. Namun, perlu dicatat bahwa ia mempunyai hak ingkar di persidangan dan menjadi tugas berat bagi aparat penegak hukum untuk membuatnya berbicara jujur dan mengakui perbuatannya.  

Adapun catatan lain yang ditegaskan ialah, bila yang mengajukan laporan adalah pengguna jasa santet, maka setidaknya harus mengantongi bukti di antaranya:

1. Keterangan saksi. Pengguna jasa santet dapat menjadi saksi apabila ia memiliki bukti percakapan atas ungkapan dari si pelaku santet yang ia dengar sendiri atau dari saksi lain yang mendengar perkataan si pelaku santet itu sendiri bahwa si pelaku santet telah memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepadanya.

2. Keterangan ahli. Adapun ahli yang dapat diajukan adalah ahli pidana dalam ranah tindak pidana penipuan. Hal ini karena perbuatan pelaku santet yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan selanjutnya memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada si pengguna jasa santet, merupakan upaya untuk menggerakkan si pengguna jasa santet percaya dan mau menyerahkan uang atau barang dengan tujuan semata-mata demi keuntungan pribadi si pelaku santet.

3. Surat. Dapat saja diajukan apabila penyerahan uang atau barang dari si pengguna jasa santet kepada si pelaku santet didukung oleh bukti berupa kuitansi, bukti transfer, atau bukti setruk pembelian barang.

4. Petunjuk. Adanya persesuaian dari keterangan saksi dengan alat bukti lainnya baik keterangan ahli atau surat.

5. Keterangan terdakwa yaitu pelaku santet.

related articles
Tanggapan dr Oky Pratama dan dr Richard Lee Terkait Ancaman Somasi dari Heni Sagara

  • Hot News
  • 19 jam yang lalu
Alasan Heni Sagara Layangkan Somasi untuk Nikita Mirzani, dr Oky dan dr Richard Lee

  • Hot News
  • 1 hari yang lalu
Ramai Disebut Pernah Nikahi Raline Shah, Begini Respon Brian Amstrong

  • Hot News
  • 1 minggu yang lalu