Image Source : Redaksi
Majelis PN Surabaya menjatuhkan vonis bebas Ronald Tannur pada Juli 2024. Menurut Hakim, Ronald Tannur tak terbukti melakukan pembunuhan, penganiayaan yang menyebabkan kematian, maupun kealpaan yang membuat orang mati. Vonis bebas ini menuai sorotan publik. Sebab, pertimbangan hakim dinilai mengada-ngada.
Komisi Yudisial (KY) kemudian turun tangan melakukan pemeriksaan. Hasilnya, KY menyatakan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas Ronald Tannur terbukti melanggar etik. Ketiga hakim itu direkomendasikan untuk diberi sanksi berat berupa pemberhentian alias pemecatan.
Atas vonis bebas itu, jaksa langsung mengajukan kasasi. Hasilnya, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi dengan membatalkan vonis bebas. Ronald Tannur kemudian dihukum 5 tahun penjara oleh MA. Vonis diketok MA pada Selasa (22/10).
Sehari usai vonis kasasi diputus, Kejagung menangkap 3 hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur. Ketiganya diduga menerima suap dari pengacara untuk memberikan vonis bebas.
Para hakim itu ditangkap di kawasan Surabaya, Jawa Timur, sementara sang pengacara diciduk di Jakarta. Penyidik juga menggeledah sejumlah lokasi dari kediaman masing-masing tersangka dan menyita uang tunai total Rp 12 miliar.
"Bahwa pada hari Rabu tepatnya tanggal 23 Oktober 2024 tim penyidik pada Jaksa Ag budha pidana khusus telah melakukan pengeledahan dan penangkapan terhadap tiga orang Hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan inisial ET, AH kemudian M dan seorang lawyer atau pengacara atas nama LS. Ketiganya dilakukan penangkapan di Surabaya." ujar Kejagung.
"Sementara untuk pengacara atas nama RR dilakukan penangkapan di Jakarta." katanya menyambung.
"Selain penangkapan, tim penyidik juga melakukan pengeledahan ada di beeberapa tempat di beberapa titik terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi penyuapan atau gratifikasi sehubungan dengan perkara tindak pidana umum yang telah diputus di PN Surabaya atas nama terdakwa Ronald." tegasnya.
(Dnd)